Hai~ hai~
Setelah beribu purnama, akhirnya aku kembali menulis di blog! :’D
Sesuai dengan judulnya kali ini aku akan membagikan pengalamanku berkunjung ke salah satu klinik gigi di dekat tempat tinggalku. Nama kliniknya adalah SWA Ortho.
Aku setiap hari melewati klinik itu, jadi seakan Oh Itu klinik gigi, Oh ya udah, hehe.
Dahulu sewaktu masih TK SD ibuku sering membawaku ke puskesmas untuk mencabut gigi susu ku yang sudah goyang. Yang masih aku ingat dulu sebelum dicabut, dokter member obat bius. Rasanya dingiiin banget sebelum dicabut hehe.
Lalu saat SD, yang entah itu kelas berapa. Aku pertama kalinya pergi ke dokter gigi yang aku sudah lupa dimana itu. Disana gigi gerahamku ditambal. Seingatku dokter bilang kalau gigi gerahamku itu sudah gigi dewasa, jadi biar bolongnya tidak bertambah besar ya harus ditambal. Saatku biaya untuk tambal gigi Rp 450.000, mahal ya untuk jaman segitu.
Nah, sekarang aku sudah dewasa. Sudah punya tabungan sendiri wkwk.. Maka aku putuskan untuk mengatasi masalah mulutku. Yaitu bau mulut.
Sebenarnya aku masih bisa mengakalinya dengan rajin sikat gigi dan kumur dengan mouthwash. Tapi ya mungkin karena moodku sedang down atau stress atau depresi apalah ini yang sedang aku alami, makanya aku sudah tidak tahan lagi menahan keluhan ini, wkwkwk.
Beberapa hari sebelumnya aku sempat mencari di Google Maps, klinik atau dokter gigi mana yang rekomended. Akhirnya aku menemukan klinik SWA itu. Menurut ulasan yang aku baca, respon-respon orang yang kesana bagus-bagus. Lagian dekat dari rumah juga. Aku pun memutuskan kesana.
Ya namanya juga nasib, ibuku ga mau aku ajak buat nemenin. Ya apa boleh buat, aku berangkat sendiri saja dengan membawa uang tabunganku sekitar Rp1.800.000.
Aku berangkat dari rumah sekitar jam 17:15. Sesampai di depan klinik, aku melihat beberapa motor terparkir disana. Begitu masuk ke dalam, suasananya ya seperti klinik-klinik pada umumnya, ya bersih dan rapi. Untuk bau-bauan ya tidak ada bau aneh atau bau khas lainnya. Seorang mbak-mbak CSO dengan ramah menyambutku dan menanyakan apa yang kubutuhkan.
Sembari mengisi formulir rekam medis (seperti data diri, riwayat penyakit, alergi, dll) aku menanyakan untuk biaya-biaya penanganan di klinik itu. Ya gila aja kalau ga tanya dulu, bisa balik pulang kalau uangnya ga cukup, wkwk.
Waktu itu aku tanya berapa biaya untuk cabut gigi geraham. Mbaknya bilang sekitar 1,5-3 juta. Gile lu ndro! Apa aku kudu balik pulang aja? Wkwk males banget kalau kesitu cuma tanya biaya terus pulang. Akhirnya dengan modal nekad, aku lanjutin aja.
Antriannya tidak lama, waktu itu mungkin aku cuma menunggu antrian sekitar 10 menit. Ya rejekiku juga, jadi ga usah nunggu terlalu lama.
Lalu seorang perawat memanggil namaku untuk segera masuk ke ruang tindakan. Widih, begitu ketemu dokternya, hatiku rasanya adem, wkwk. Dokternya masih muda, cantik, dan muslimah pula.
Aku langsung menyampaikan keluhanku pada dokter cantik itu. Dan dokter pun memutuskan untuk membersihkan karang gigi dulu, atau istilahnya adalah scaling.
Dibantu dengan seorang perawat, Dokter itu segera memulai prosesnya.
Pengalaman pertama scaling gigi itu ya begitu lah wkwk. Ya emang dasarnya aku orang yang bandel. Jadi ga begitu terasa kesakitan atau apalah. Hanya suara alatnya bising gitu, dan seluruh gigiku, terutama di sela-selanya mulai dibersihkan dengan penyedot atau penghisap atau apalah namanya itu.
Bagaiana rasanya? Sedikit ngilu pada beberapa gigiku, terutama di gigi bagian depan. Tapi tidak semua gigi terasa ngilu kok. Dan kalau pun itu ngilu, ngilunya hanya sebentar saja. Ketika dokter sudah pindah ke gigi lain maka gigi yang ngilu tadi terasa tidak ngilu lagi.
Setelah selesai scaling, dokter menunjukkan hasilnya. Dan luar biasa, karangnya udah pada rontok wkwk.
Selanjutnya adalah proses pencabutan gigi geraham. Jadi ceritanya, 1 gigi gerahamku yang sebelah kanan bawah itu berlubang. Lubang itu membuat dia lama-kelamanaan menjadi patah tapi tidak sampai akarnya. Aku sering mengeluh nafas bau karena akar gigi yang busuk itu.
Gigi tambalanku sewaktu masih kecil juga disinggung oleh sang dokter. Katanya logam yang untuk menambal gigiku itu jaman sekarang udah jarang. Ya iyalah dok, aku nambalnya pas masih kecil, sudah berapa tahun yang lalu juga itu. Padahal katanya memang itu lebih awet ya meskipun warnanya perak wkkwk. Dan memang bener, tambalan perakku ini memang awet tidak keropos atau apapun.
Dokter bilang, mumpung akar gigi ku yang berlubang itu belum tertutup gusi, maka mending dicabut saja. Dan setelah aku mengkonfirmasi biaya mencabut gigi, aku segera mensetujuinya.
Awalnya aku sedikit takut. Berulang kali aku bertanya, “Sakit tidak dok?” wkwk.
Hal yang memberikanku kepuasan adalah suasana disana sangat nyaman. Perawat dan dokternya ramah dan sopan. Ya mungkin terlihat hanya aku yang tegang saat itu. Tapi mereka berusaha biar aku rileks. Mbaknya perawat juga nyalain musik terkini, biar santuy wkwk. Mereka juga ngobrol-ngobrol asik sendiri sembari melakukan proses. Dan aku fine-fine aja dengerin mereka ngrumpi. Toh malah jadi ga bosen juga. Selama proses aku lebih banyak tutup mata dari pada harus melek sambil liatin dari kaca kecil yang aku pegang. Malah ngeri sendiri entar liat darah di mulut wkwk.
Lama kelamaan orang-orang staf disana mulai ikut masuk ke ruang itu juga. Helo? Ngapain pada kesini mbak? Wkwk. Tapi ya gapapa juga sih. Suasananya jadi rame, dan sepertinya mereka seumuran denganku juga. Jadi engga canggung.
Sebelum mencabut, Dokter mengoleskan suatu krim beraroma stroberi ke sekitar gusiku yang akan dicabut giginya. Selanjutnya dia menyuruhku berkumur. Kemudian dokter menyuntikkan obat bius ke sekitar gusi dan terakhir di pipi bagian dalam.
Wanjay, rasanya ngilu perih gitu, tapi cuma sebentar. Lalu perlahan lahan, bibir dan pipiku sebelah kanan kesemutan, terasa tebal, dan akhirnya mati rasa. Dokter kemudian segera melakukan proses pencabutan gigi. Dan~ Wala~ akar gigiku sudah tercabut!
Yang terjadi selanjutnya adalah aku harus menahan rasa amis darahku sendiri setelah gigi yang dicabut karena lukanya masih pendarahan.
Setelah selesai, aku masih ditawari waktu jika ingin bertanya-tanya lagi kepada dokter. Lalu setelah itu aku menuju ke CSO depan untuk membayar, dan totalnya adalah Rp820.000 wkwkwk.
Aku antara seneng karena uangnya cukup dan sedih juga karena habisnya segitu banyak. Ah ya sudahlah, toh besuk aku bisa menabung lagi. Dan ini kan juga demi kebaikan aku juga. Bisa nemuin solusi buat bau mulut aku. Dan semoga selanjutnya aku bisa lebih merawat gigiku lagi dengan baik. Tidak muncul karang gigi atau bahkan lubang gigiku bertambah, ya semoga saja tidak akan terjadi.
Sampai dirumah sekitar pukul 19:20. Wah lama juga ya ternyata prosesnya. Sampai dirumah, aku masih harus mengigit kasa yang dokter taruh dibekas gigi yang dicabut. Aku baru melepaskan kasa itu sekitar 40 menit. Namun darahnya masih saja terus keluar. Berulang kali aku pergi ke wastafel untuk membuang air liur dan darahku yang terpaksa aku tampung dulu dimulut.
Aku merasa aneh sendiri dengan darah dimulutku. Dan juga bibir dan pipi sebelah kananku yang masih mati rasa karena obat bius. Efek obat biusnya hilang sekiar pukul 21:30. Lalu aku putuskan untuk makan bakmi dan nasi goreng dengan mengunyah sebelah kiri. Setelah makan, aku lanjut minum obat yang diberikan dari klinik. Asam efenamat dan amoksilin. Kedua obat itu sudah cukup familiar buat aku. Amoksilin 10 tablet yang diberikan kupikir itu adalah antibiotic yang harus dihabiskkan. Untuk asam efenamat 10 tablet yang untuk penghilang rasa nyeri, bisa tidak dihabiskan jika sudah tidak nyeri lagi. Masing-masing diminum 2 kali sehari setelah makan.
Datang ke klinik gigi untuk periksa memberikan pengalaman tersendiri buatku. Dan tiba-tiba aku jadi teringat drama Stranger from Hell. Film psikopat yang viliannya adalah dokter gigi itu wkwk. Seakan aku bisa tahu bagaimana rasanya disuntiknya obat bius lalu “dihabisi”, Wanjay! Dan betapa tidak terasanya tubuh kita setelah dibius, mau diapa-apain sama Lee Dong Wook oppa juga ga ada rasanya, tapi ya jangan dicabut semua giginya trs dijadiin cincin, wkwkwk ngeri dah. Dan yang bikin beda itu alat untuk menyuntikkan obat biusnya tadi berbeda. Ya aku pikir bakal sama dengan yang ada di film Stranger from Hell, tapi ternyata alat suntikannya tadi lebih kecil dan ramping. Hohoho.
Cerita berlanjut dimana aku mengalami masa-masa tidak menyenangkan selama sebulanan lebiihhh. Iya, aku mengalami sariawan disana disini. Di lidah, di bibir, dan sangat banyak di gusi. Aku takut banget demi apa. Sariawan pertama muncuk sekitar 3 hari setelah scaling dan terus berlanjut lama :( Aku sih berpikiran mungkin ini efek scaling, sampai aku mengkonsumsi vitamin C, buah-buahan, berharap segera sembuh. Bisa dibilang ini sariawan parah yang pernah aku alami. Aku juga tidak tahu dengan orang lain, tapi efek di aku ya jadi sariawanan setelah scaling. Apa mungkin karena iritasi, atau daya tahan tubuhku yg buruk. Ya siapa tahu juga kan.. Dan bersyukur sariawannya sembuh sendiri juga kok, jadi ga perlu ke dokter hehe :)
Oke sekian dulu cerita pengalamanku ke dokter gigi.
Pesanku buat kalian, rawatlah gigi kamu. Rajin gosok gigi agar gigi bersih dan sehat. Biar ga ngasih keluhan bau mulut atau yang lain. Karena biayanya mending buat ke hal yang lain aja kayak nontonlah beli baju, beli rumah, dan lainnya wkwk.
Semoga tulisan ini bermanfaat ya. Dan maaf aku ga upload foto waktu disana, ya aku mikirnya kalau di fasilitas kesehatan itu ga perlulah banyak didokumentasikan, karena itu menyangkut privasi diri sendiri dan staf yang ada disana hehe.
Salam chagiya (sayang) dari dokter gigi Lee Dong Wook, wkwk.
See you next time~
#NB: aku melakukan scaling tanggal 20 Februari 2020 dan nulis blog ini sebelum Pandemi Corona Covid-19 gempar-gemparnya seperti saat ini :( dan aku lagi-lagi bersyukur bisa merasakan scaling sebelum itu. Karena kalian pasti tahulah kondisi fasilitas dunia kesehatan saat ini. Semoga wabah ini segera berakhir, segera ada vaksin obat untuk menyembuhkannya, dan kita bisa kembali dengan kehidupan seperti sebelumnya. Selalu jaga kesehatan dan SEMANGAT!!!! ^^